Selasa, 10 Desember 2013

Wahai...

Cintai ALLAH, maka akan aku cintakan engkau karena ALLAH...
Jaga hatimu untuk ALLAH, maka akan ALLAH jagakan hatiku untuk engkau...
Wahai yang tak terbayang...
Bukankah hidup untuk berusaha, berdo'a, dan bertawakkal?
Bukankah kita tidak pernah tau bagaimana sesuatu akan berawal dan berakhir?
Dan bukankah takdir ALLAH selalu lebih dari sekedar luar biasa yang dapat kita bayangkan?
Dewasakan diri dengan bersabar menerima setiap ketetapan ILLAHI..
Saat yang mampir adalah kebahagiaan atau kesedihan, kemudahan atau kesulitan,
Saat yang terwujud adalah apa yang kita inginkan, atau mungkin sesuatu yang kita takutkan,
Saat hidup terlalu cukup dengan nikmat yang jarang sekali kita syukuri,
Atau penuh kekurangan yang malah membuat kita kuat dalam kesederhanaan.
Bukankah sesungguhnya semua itu adalah ujian?
Wahai yang tak terbayang...
Aku tak pernah tau metode apa yang dunia gunakan untuk menghabiskanku,
Tapi jika fokus hanya disibukkan dengan ketakutan-ketakutan,
Aku khawatir puluhan tahun nafas ini hanya menjadi debu yang terbang menghilang.
Aku tak pernah tau secepat apa zaman akan meninggalkanku,
Toh aku hanya perlu berlari mengejar setiap ketertinggalan sekuat yang aku mampu.
Aku tak pernah tau apakah usia memberi kesempatan untuk ku temui masa tua ku,
Tapi sebijak mungkin aku harus manfaatkan masa muda ini untuk ALLAH ku.
Wahai yang tak terbayang...
Bahkan langit pun berdzikir sembari menaungi manusia dengan segala maksiatnya.
Bahkan hujan pun berdzikir meski caci manusia tak henti menyalahkannya.
Bahkan laut pun berdzikir saat manusia tak henti mengotori biru ombaknya.
Lalu dimana rasa malu kita yang "katanya" makhluk paling sempurna?
Sok sibuk dengan tetek-bengek ketidakpentingan yang kita kira manfaat.
Sok benar dengan tetek-bengek kesoktahuan yang membuat diri merasa paling pintar.
Wahai yang tak terbayang...
Mungkin aku jauh dari baik yang engkau harapkan.
Jika dunia dipenuhi berlian yang berkilau,
Maka aku hanya satu sisanya yang terbuang.
Jika dunia dipenuhi indahnya bunga yang bermekaran,
Maka aku hanya satu yang layu tanpa aroma.
Begitu mungkin dimata dunia...
Tapi aku tau, ALLAH tidak menilai apakah aku berlian ataukah bunga.
Apakah aku berkilau ataukah beraroma.
Aku hanya ingin menjadi yang indah dihadapNYA saja...
Wahai yang tak terbayang...
Ingatlah selalu bahwa ada ALLAH diantara engkau dan aku.
Membimbing setiap pijakan dalam ketaatan,
Memperingatkan setiap khilaf dalam kecintaan,
Mempertemukan setiap do'a dengan wujud terbaiknya.
Maka ingatlah ALLAH selalu, agar hati senantiasa tenang dalam kefanaan dunia.
Maka ingatlah ALLAH selalu, agar tidak ada kecewa saat Takdir tak sesuai dengan nafsu kita.
Wahai engkau yang tak terbayang...
Sampai jumpa dalam Takdir Tuhan!
Mempersilakan hujan,
10 Desember 2013-

Senin, 09 Desember 2013

Hijrah ?!

Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Hijrah. Hadiah dari ALLAH yang pastinya kasih banyak hal-hal baru yang notabene membaikkan diri, akal, hati, dan jiwa kita. Setiap rutinitas, kewajiban, dan keharusan untuk tetap ‘hidup’ di tempat dan lingkungan yang beda, bikin kita jadi lebih banyak mikir dan mengamati. Otomatis -seharusnya- banyak juga pelajaran yang akhirnya jadi ‘catetan’ hidup kita, berharga. Sekecil dan sesingkat apapun catetan itu. Maha Besar ALLAH Azza Wa Jalla :)
 
Mungkin banyak dari temen-temen yang pernah ngerasa sumpek, penat, bosen, dan pengen banget pergi dari situasi dan kondisi yang ada saat itu. Sampe akhirnya diri berani mutusin untuk keluar, pergi jauh ninggalin zona nyaman yang selama ini melingkari hidup kita. Yaa, judulnya sih zona nyaman, padahal rasa nyaman itu sebenernya muncul dari kesesatan-kesesatan yang udah terlalu biasa kita lakuin. Nyaman yang menyesatkan. Nyaman yang buat diri kita jalan ditempat, gak pernah berusaha jadi manusia yang lebih baik. Itulah salahnya, ketika satu kesalahan, sekecil apapun, dijadikan kebiasaan dalam keseharian kita, lama-lama bakal dianggap biasa banget, bahkan jadi satu kewajaran ditengah-tengah lingkungan masyarakat. Jadi luntur deh label ‘salah’nya… dan kebanyakan dari kita gak sadar itu, karena uda jadi trend lah, karena uda jadi budaya lah, karena semua orang juga ngelakuin hal yang sama lah, akhirnya alesan-alesan itu dijadiin pembenaran untuk kita terus ngelakuin kesalahan. Bahkan yang jelas-jelas melawan aturan Tuhan. Terlena deh… Na’udzubillah -_-
 
Tapi saat waktunya tiba, ALLAH kasih kita kesadaran kalo semua yang kita lakuin selama ini bener-bener gak guna, cuma maen-maen, seneng-seneng, samasekali ga ada manfaatnya. Saat waktunya tiba, ALLAH kasih pilihan lain yang lebih baik untuk kita melangkah jalanin hidup, walopun jalannya gak gitu mulus, banyak kerikil, duri, bahkan lubang-lubang yang bisa ngehambat langkah kita, jalan yang keliatannya panjaaang banget, tapi diujung sana jelas finishnya, jaminan dari ALLAH yang uda nunggu kita dengan ridho & rahmatNYA, dengan syurgaNYA. Bukan jalan yang selama ini kita laluin, jalan yang rasanya mulus-mulus aja, lempeng lancar tanpa hambatan, padahal muter-muter entah kemana, gak jelas tujuannya, gak tau dimana ujungnya, jalan yang syetan buat untuk nyibukkin diri kita supaya tersesat jauh dari jalan yang uda ALLAH siapin, Neraka lah akhirnya. Dan saat waktunya tiba, itulah waktu dimana ALLAH ngijinin kita untuk berHijrah. Berusaha meniti jalan menuju rahmat ALLAH, berusaha pindah dari tempat gak kondusif yang selama ini kita diami, berusaha pindah dari lingkungan super kacau yang selama ini kita gauli, berusaha tampil berani dengan keputusan kita untuk menjadi asing kembali didunia ini. Bismillah :)
Hijrah. Awalnya akan selalu mengejutkan, menjadi seorang yang aneh, asing, bahkan untuk diri kita sendiri. Dimana kita berada ditempat yang berbeda, dengan udara berbeda, hembus angin berbeda, corak langit berbeda, bahasa berbeda, juga penampakan-penampakan manusia yang berbeda. Diri kembali menjadi teko kosong, lengkap dengan saringannya. Yang siap nerima hal-hal baru entah baik entah buruk, terus semuanya difilter, berharap cuma kebaikan yang akhirnya ngendap didalem situ. Semoga :) 

Membuka mata, belajar ngeliat semua hal dengan seksama, gak cuma sekilas doang. Belajar ngerti & maklumin bermacam situasi yang kadang gak menguntungkan, belajar nerima karakter tiap orang yang penuh keanehan, belajar nyikapin tiap peristiwa dengan hati dan otak yang slow, tapi pasti. Belajar ngadepin semua masalah dengan berusaha menjadi ‘wanita’ atau ‘pria’ bukan lagi ‘gadis kecil’ atau ‘anak lelaki’. Yap, saat syukur berulang kali dipanjatkan pada Sang Maha Pengasih, yang selalu baik dengan pengampunanNYA, yang selalu nerima kita dengan segala kebobrokan diri dan hati, Dia ALLAH yang selalu ada bahkan disaat-saat terburuk atau terbaik dalam hidup kita. Syukur, karena jalan Hijrah ini menjadikan kita selalu belajar, karena ALLAH nempatin kita ditempat terbaik untuk saat ini, ditengah mereka orang-orang baik yang selalu bantu membaikkan diri dan hati. Alhamdulillah :)

 

Tapi gak berenti sampe disini, karena sensasi Hijrah bukan cuma diawal doang.. jauh didalemnya kita bakal nemuin banyak banget hal-hal kompleks yang luarbiasa. Itulah kenapa Hijrah menuntut konsekuensi kita, untuk siap jadi insan yang selalu belajar & belajar. Makanya sebisa mungkin gak boleh tuh ada kata ‘sudah’… sudah baik, sudah cerdas, sudah beriman, sudah sholih/sholihah, sudah sabar, sudah ikhlas, dsb. Kesannya kata ‘sudah’ bakal ngebatesin diri kita untuk terus belajar, karena ngerasa ‘sudah’ begini & begitu jadilah semangat diri buat cari ilmu dan berlatih malah luntur. Kata ‘sudah’ juga serasa mengakhiri proses yang selama ini kita usahain. Padahal seharusnya selama kita masih hidup, baik remaja, dewasa, bahkan tua renta, ampe nyawa dicabut dari jasad, proses untuk perbaikin diri gak boleh berhenti. Emang siapa yang jamin kalo kita sudah benar-benar ‘benar’ dimata ALLAH??? #think 

Hijrah. Walopun diawali dengan  susah payah ngerubah ini itu, maksa diri ngebiasain hal-hal yang sebelumnya gak pernah ada, atau malah ngehapus semua hal yang sebelumnya jadi rutinitas idup kita. Kenalan ama Ilmu & kebaikan yang dulu gak kita kenal, berusaha ngejauh dari perbuatan-perbuatan gak manfaat yang mungkin dulu jadi hobby. Dari semua itu satu persatu kesadaran muncul, banyak tamparan yang datang dari berbagai hal yang kita temuin disekitar, dari apa yang kita lakuin, kita dapetin, kita baca, kita terima, juga hal-hal yang sekedar lewat doang. Sadar kalo ‘ternyata’ kadar iman masih sangat 0% dibanding orang-orang lain disekeliling kita. Sadar kalo ‘ternyata’ ilmu yang kita punya belum ada setitik pun ngisi otak kita. Sadar kalo ‘ternyata’ cinta dan tujuan kita bukan pada Sang Pencipta. Sadar kalo dihadap semua manusia selama ini kita cuma sok tau, sok baik, sok paham, sok bijak, sok cerdas, sok peduli, dan sok sok yang lainnya. Padahal sikap kita samasekali gak mencerminkan teori ke-sok-an yang kita umbar-umbar. Astaghfirulloh -_-
Dan bener banget ternyata. Makin banyak kita kenal Ilmu, makin sadar juga kalo diri hanyalah seonggok angka Nol Besar yang gak ada apa-apanya. Begitupun makin banyak Ilmu yang kita dapet, makin sadar pula kalo diluar sana masi sangat banyak Ilmu yang belum kita sentuh sedikitpun. Hijrah menjadikan kita sadar akan semua itu... Ia memfasilitasi kita dengan cermin disana-sini, agar kita bisa lebih rajin memantau kadar iman kita dari waktu ke waktu, introspeksi setiap detail yang ada pada diri, akal, dan hati dengan amat rinci. memfasilitasi diri dengan waktu, seberapa cerdas kita memanfaatkan 1 detik yang ALLAH beri untuk dijadikan manfaat bagi ummat, bagi agama-NYA. karena Hijrah bukan sekedar berpindah saja,  atau berubah saja, tapi bagaimana manusia bisa istiqomah dalam keputusannya untuk menghambakan diri pada ALLAH, sekuat apa manusia dapat mempertahankan iman dalam ‘dunia’nya yang baru, sejauh mana manusia berani menempatkan diri sedekat-sedekatnya pada Sang Pencipta, menyisihkan yang lain yang dicintai, menjadikan hanya ALLAH satu-satunya tujuan & alasan bagi setiap perbaikan, setiap amal, setiap sikap, setiap cinta didunia hingga nanti diakhirat kelak...
Hijrah. Episode terberat adalah saat menemukan bahwa musuh yang paling berbahaya dan paling sulit ditaklukkan adalah diri kita sendiri. Saat ia nya jadi sekutu syetan, rajin banget ngendaliin jiwa & seluruh jasad tanpa kecuali, ngiming-imingi diri yang masih bobrok dengan hal-hal remeh & busuk, yang disulap sedemikian rupa ampe keliatan indah & baik banget dimata kita. Dengan sedikit aja rasa ragu, bikin diri berkali-kali maju mundur untuk bersikap, untuk beramal, atau saat diri harus susah payah untuk lepas dari yang judulnya Malas, oh NO! dan bejibun tantangan demi tantangan uda ngantri didepan mata, syetan & dunia uda siap tempur dengan ‘senjata-senjata’ andalannya yang paling mutakhir. Lalu kita punya apa?? Siap apa?? Jangan ampe yang ‘katanya’ Hijrah tapi gak ada upgrade nya, kudu kuatin pondasi Aqidah biar bisa resisten ama gempuran senjata-senjata dunia. Terus belajar & usaha beresin Iman, nyiapin diri untuk “perang tunggal” lawan diri sendiri, karena kita gak pernah tau serajin apa syetan menyesatkan kita. Jangan pernah sekalipun salahin syetan kalo kita tergoda, karena mereka cuma ngerjain tugas & janjinya ke ALLAH. Kudu Introspeksi diri, kenapa mau-maunya bantuin syetan yang uda jelas ALLAH kasih label sebagai Musuh abadi kita??? Waspadalah! Waspadalah! ;)

“Maka, segeralah kembali kepada (menaati) ALLAH...”
(Adz-Dzariat : 50)
 

Setiap ejaan diatas keluar dari pemikiran saya yang masih sangat cetek, untuk jadi pengingat & tamparan bagi diri saya sendiri. Sukur-sukur yang gak sengaja baca bisa dapet hal baik darisini, walau sedikit, semoga berkah manfaat :)
Wassalaamu'alaykum ~

Sabtu, 28 September 2013

Kecil-kecil Sehat !

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Sering rasanya kita mendengar kalimat “Menuju Indonesia Sehat 2025” di televisi, radio, seminar-seminar, sekolah, bahkan dimana-mana, visi Indonesia tersebut begitu akrab di telinga rakyat. Pemerintah memang sedang giat menggalakkan berbagai macam strategi dan program untuk mencapai visi tersebut. Tapi rasanya tidak cukup jika hanya pemerintah yang bergerak dalam hal ini. Visi yang dibuat bagi kesejahteraan negara dan seluruh masyarakat Indonesia sepatutnya disadari oleh masyarakat itu sendiri untuk berperan aktif dalam proses yang masih terus berjalan saat ini.

Berbicara tentang masyarakat, berarti kita membicarakan seluruh komponen yang ada didalamya, dimana mereka semua lah yang akan menentukan apakah Indonesia Sehat 2025 akan tercapai atau tidak. Seluruh lapisan dari mulai pejabat, pegawai negeri, tenaga kesehatan, para ilmuwan, hingga masyarakat awam & pedesaan, hendaknya menyadari bahwa kesehatan adalah hal penting yang menunjang kelancaran hidup, karena kesehatan merupakan hak dasar rakyat, juga salah satu unsur kesejahteraan rakyat yang berarti terlindung dan terlepas dari berbagai macam gangguan.

Banyak misi yang telah diprogramkan pemerintah untuk mencapai visi tersebut dengan tepat waktu, disamping meningkatkan pembangunan kesehatan, memelihara upaya kesehatan yang bermutu, dan meningkatkan sumber daya kesehatan, pemerintah juga mendorong kemandirian masyarakat untuk senantiasa hidup sehat. Karena selain hak, kesehatan juga merupakan tanggungjawab masyarakat sendiri yang harus selalu dipelihara dan ditingkatkan dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan dari setiap individu. Untuk mencapai kemandirian hidup sehat tersebut, masyarakat harus mampu melakukan program pengabdian, memperjuangkan kepentingan masyarakat di bidang kesehatan, dan melakukan pengawasan terhadap pembangunan kesehatan, yang diselenggarakan guna menjamin tersedianya upaya kesehatan yang bermutu, baik untuk masyarakat maupun perseorangan.

Kemandirian masyarakat tersebut dapat dimulai dari hal-hal kecil yang berpengaruh besar terhadap pembangunan kesehatan. Hal-hal kecil yang mudah untuk kita lakukan, dan jika kita biasakan akan berdampak besar bagi peningkatan kesehatan di Indonesia. 




Hal pertama adalah membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun, Meskipun sepele dan sering ditinggalkan, kebiasaan ini sangat bermanfaat dalam membantu kita membentengi diri, meningkatkan kesehatan individu, juga mengurangi angka kesakitan, karena mencuci tangan dapat mencegah dan mengurangi ribuan bakteri serta kuman yang tanpa kita sadari membawa berbagai macam penyakit pada tubuh kita, seperti penyakit-penyakit pencernaan yang banyak terjadi pada masyarakat Indonesia baik dewasa maupun anak-anak. 

Seperti yang disampaikan Sigit Sulistyo, Spesialis Nutrisi dan Kesehatan Ibu & Anak World Vision Indonesia dalam suatu siaran pers, kebiasaan mencuci tangan dengan sabun ini dapat mencegah penyakit diare hingga 53 persen pada anak usia 15 tahun kebawah. Oleh karena itu, para orangtua dan guru sebaiknya  mengajarkan kebiasaan baik ini sejak dini pada anak-anak, agar mereka sadar & tanggap terhadap pentingnya kesehatan, setidaknya untuk diri mereka sendiri. Jika hal kecil ini direalisasikan oleh seluruh lapisan masyarakat, bisa dipastikan kesehatan masyarakat akan meningkat oleh karena berkurangnya angka kesakitan yang disebabkan penyakit pencernaan.

Kebiasaan berikutnya adalah  membuang & memilah sampah berdasarkan jenisnya untuk memudahkan pengelolaan sampah tersebut, sehingga sampah tidak hanya bersifat dibuang atau ditumpuk, tetapi juga dapat didaur ulang dan dimanfaatkan. Dapat kita mulai dengan menyediakan tempat pembuangan sampah di lingkungan rumah masing-masing, serta mendisiplinkan diri akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Setelah itu barulah kita bisa memilah antara sampah kering dan basah, sampah organik dan anorganik. Karena timbunan sampah yang tidak segera dikelola, selain menjadi polusi udara juga merupakan sumber penyakit yang bisa menyerang masyarakat, apalagi jika sampah yang dibuang disembarang tempat, di sungai misalnya, selain mencemari sumber air yang penting bagi masyarakat, juga dapat menyebarkan sumber dan bibit penyakit, karena air sungai yang sudah tercemar sampah itupun biasanya masih digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, minum, mencuci baju, dan lain-lain. 

Hal inilah yang menyebabkan banyak terjadi kasus diare dan penyakit kulit di kota besar seperti Jakarta misalnya. Apalagi mayoritas warga yang terserang penyakit adalah warga kelas menengah kebawah dan tidak memiliki cukup biaya untuk berobat, sehingga bila terserang penyakit mereka lebih memilih membiarkannya atau melakukan swamedikasi dengan mengkonsumsi obat-obatan yang dibeli di warung, dibandingkan berobat ke dokter atau pusat kesehatan. Hal ini semakin memperburuk tingkat kesehatan di Indonesia, karena hanya sedikit dari mereka yang melakukan pengobatan dengan benar. Dari fakta tersebut dapat kita simpulkan bahwa pengelolaan & pengolahan sampah memang perlu perhatian serta penanganan khusus, karena  memiliki pengaruh yang  besar terhadap kesehatan masyarakat Indonesia.

Selain dua hal diatas, masih banyak kebiasaan-kebiasaan kecil yang memiliki dampak begitu besar terhadap perkembangan kesehatan negara ini. Hanya saja baru sedikit masyarakat yang sadar akan hal tersebut. Padahal, visi negara Menuju Indonesia Sehat 2025 tidak akan tercapai bila kita hanya mengandalkan fasilitas dan infrastruktur dari pemerintah tanpa ada peningkatan tindakan kesehatan dari diri kita sendiri. Pada akhirnya segala fasilitas tersebut hanya akan sia-sia dan visi negara tidak akan tercapai.

Untuk itulah diperlukan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat dan pemeliharaan lingkungan rumah yang sehat dan bersih, karena seperti yang dikatakan Aa Gym, bahwa hal-hal baik dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal-hal kecil, dan dimulai saat ini. Maka jika pemerintah sudah mencanangkan visi tersebut, baiknya segala hal terkait pembangunan dan peningkatan kesehatan Indonesia janganlah di tunda-tunda, janganlah kita hanya berdiaam diri melihat dan berkomentar tentang pembangunan kesehatan yang terkesan lambat, tapi sudah seharusnya kita sendirilah yang bergerak dan bertindak untuk membangun kesehatan di negara kita tercinta ini.

Meskipun dari hal-hal kecil dan sepele, yang jika dilakukan oleh satu atau dua orang mungkin tidak akan berpengaruh apa-apa, tetapi jika seluruh lapisan masyarakat ikut turun tangan dan bertindak, maka dampaknya akan terasa di seluruh daerah di negeri ini. Karena dari hal-hal kecil itulah akan terwujud dan tercapai visi kita bersama, Menuju Indonesia Sehat 2025. Jadi marilah, mulai sekarang kita bergerak untuk kemajuan kesehatan Indonesia, meskipun dari hal-hal yang kecil.

[Dibuat untuk memenuhi syarat LKMM II ISMAFARSI JOGLOSEPUR 2012]

Kamis, 26 September 2013

Pisau ???


Banyak yang berkata,“udah gak usah dipikirin, itu kan udah takdir, percaya aja ama ketentuan ALLAH”Atau semacam ini,“sabarlah ukhti… ana yakin anti bisa ngadepin ini, sabaar sabaar…”Juga yang begini,“orang lain mah sedih karena mikirin umat, masa antum sedih gara-gara hal kayagini”

Yap, benar sekali bahwa mulut akan sangat mudah berucap, wajah akan sangat mudah berekspresi, otak juga begitu  mudah memberi komentar & pendapat yang mungkin terdengar bijak. Tapi sesungguhnya, jiwa dan hati ini lah yang benar-benar jujur. Jujur merasakan dan jujur mengekspresikan apa yang ia rasa. Bahwa ujian diberi dalam bentuk yang berbeda untuk setiap manusia. Begitupun manusia dengan karakternya yang berbeda, akan menghadapi setiap masalah dengan cara dan kemampuan yang berbeda pula. Ada manusia yang pintar memanjat, tapi dia tidak bisa berenang. Ada manusia yang jago berenang, tapi mungkin dia lambat saat berlari. Itulah ketentuan dari Al-Baari’...

Mungkin Al-Hakam ingin menghapuskan dosa-dosa kita dengan datangnya ujian tersebut? Yang pasti, ALLAH merindukan rintihan hamba-NYA disetiap ujian…“tapi saya sudah berdo’a setiap hari, meminta dengan sungguh-sungguh dalam setiap sholat saya, lalu kenapa ALLAH tidak mengabulkan?”Kawan, ingat ketika kita masih kecil? Saat melihat melihat pisau didapur, dari bentuknya, warnanya, permukaannya yang berkilau saat terkena cahaya, membuat kita tertarik ingin memegang, memainkan, juga memilikinya. Apalagi kita tau bahwa Ibu sering ‘bermain’ dengan pisau tersebut, tangan kecil kita coba menggapainya untuk sekedar memegang.

Tapi saat pisau hampir digenggam tangan, Ibu sudah lebih dulu mengambilnya, membawanya jauh-jauh, menyembunyikan ditempat yang aman agar tak bisa kita temukan. Lalu kita? Kita akan menangis dengan kerasnya, merayu, memaksa, berteriak, sampai akhirnya ‘ngambek’ pada Ibu yang telah mengambil pisau yang sangat kita inginkan. Kenapa kita seperti itu? Karena kita BODOH, kawan... Karena kita tidak mengerti. Apakah Ibu berbuat seperti itu karena tidak sayang pada kita??? Bahkan sebenarnya Ibu lebih tau bahaya yang akan terjadi pada kita dengan pisau tersebut. Bahaya yang belum kita pahami pada waktu itu.

Kawan, begitu juga antara kita dengan ALLAH, kita selalu ‘merengek’ meminta sesuatu yang terlihat indah & baik, tapi ALLAH tidak berikan walaupun kita sudah berdo’a dengan sungguh-sungguh. Kenapa??? Apa ALLAH ingin kita kecewa? Sedih? Menangis? Apa ALLAH tidak sayang pada kita? Bahkan karena sayang dan cinta-NYA lah, keinginan kita tidak dituruti. malah ALLAH ganti dengan yang jauh lebih baik… Karena yang kita inginkan tersebut, mungkin terlihat baik dipandangan kita, tapi tidak pada pandangan ALLAH…

DIA lah Al-Alim, Al-Hakim… ALLAH sayang kita,  ALLAH tau yang terbaik untuk kita, ALLAH lebih mengetahui, sedang kita tidak mengetahui. Rasanya??? Yeah, I know that feel. But, itulah ALLAH kita…  DIA tidak akan membiarkan kita mendapat bahaya & keburukan dari apa yang terlihat berkilau, dari apa yang kita kira baik & membaikkan, dari apa yang menarik hati kita. DIA akan memberi yang terbaik, bukan sekedar baik tapi menghancurkan.“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” Al-Baqarah : 216DIA lah Al-Wahhab, Ar-Rozzaq, yang akan selalu mencukupkan kebutuhan kita.

DIA lah Al-Hakiim, dengan segala kebijaksanaan-NYA. Yang senantiasa mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang lebih bijak, bijak dalam menerima juga bijak dalam melepaskan. Bijak mencari dan mempelajari hikmah dari setiap kehilangan. Bijak memaksa diri untuk menghindari sekecil apapun keburukan. Bijak menahan diri dari hawa nafsu yang seringkali terlihat seperti kebaikan. Karena diri seringkali tertipu dengan keinginan yang sangat menggebu, sama seperti anak kecil yang menginginkan pisau. Maka mulai sekarang, jangan pernah berhenti untuk selalu belajar.

Fikirkanlah, apakah yang kita inginkan dan kita sukai benar-benar hal yang baik dan membaikkan diri kita? Atau hanya sekedar nafsu yang datangnya dari syetan? Mohonlah petunjuk pada ALLAH, buka mata buka hati, mari belajar berfikiran positif padaNYA yang Maha Mengetahui. Semoga ALLAH selalu melindungi kita dari keburukan, meridhoi setiap niat & usaha kebaikan yang kita lakukan, mengumpulkan kita dengan manusia-manusia yang dicintai-NYA, menjadikan kita kekasih-NYA. Aamiin aamiin yaa Robbal ‘Aalamiin…

[forward dengan beberapa perubahan]


Senin, 26 Agustus 2013

Malam...



Bismillaahirrohmaanirrohiim…
Malam ini aku duduk bersama seorang teman. Yaa, hanya duduk. Ditempat yang sama seperti kemarin. Di waktu yang juga sama seperti kemarin. Hanya dengan orang yang berbeda.

Jam di handphone menunjukkan pukul 8 lewat 8 menit, Aku berdiri di beranda lantai 4 asrama putri, menghadapkan diri ke barat tepat didepan langit dengan kumpulan cahayanya yang seakan redup, tersamar oleh lampu-lampu dunia. Sendiri aku menghambur pandang jauh ke seberang sana, dimana lampu-lampu rumah dan kendaraan terlihat seperti kunang-kunang. Tapi fikir ku terlepas jauh dari apa yang ada dihadap mata. Ia berlari menembus langit yang hitam, mencari yang lebih indah dari sekedar pemandangan malam. Jauh, hingga tak terbayang...

Ku genggam Samsung ditangan kiri ku, menunggu sms dari seorang teman. Murottal Syeikh Misyari Rasyid mengalun menemani lamun ku malam itu. Sembari bibir berkomat-kamit mengikuti lantunan ayat demi ayat, menenangkan…

Jam 8 lewat 15 menit, sejak awal tadi aku lihat mahasantri lalu lalang entah masuk atau keluar asrama, suara motornya beberapa kali terdengar. Yaa, baru aku sadar ini sabtu malam. Beberapa dari mereka keluar untuk membeli makan, sebagian yang lain mungkin pergi untuk melaksanakan ritual ‘SatNite’ seperti biasa. Aah.. kasian mereka. Semoga Tuhan senantiasa memberi lindungan dalam kesia-siaannya.

Aku masih berdiri ditemani Syeikh Misyari Rasyid, sambil sesekali membaca & membalas sms dari seorang teman, kami ada janji ‘kencan’ malam ini. Semoga menyenangkan. Tak lama berselang, sebuah motor yang terlihat menuju asrama barat berhenti dan parkir dibawah sana, dua orang lelaki turun berjalan menuju mushola yang gelap, mungkin mahasantri. Aku hanya mengamati. Mereka mengambil wudhu dan melaksanakan sholat Isya berjama’ah, ditambah 2 roka’at shalat sunnah ba’diyah. Aku masih mengamati. Dalam hati bersyukur masih ada manusia yang mau menghidupkan rumah ALLAH walau sebenarnya bisa saja mereka sholat di asrama yang hanya berjarak ±100 meter dari mushola. Sampai saat mereka pergi, aku masih berdiri…

Lamun ku harus terhenti saat ku baca sms dari teman yang ku tunggu. Oke, waktunya ‘berkencan’. Ku ucap salam pada udara malam sebelum memutar badan, pergi, kembali pada nyata.

Dan akhirnya kami duduk disini, berdua untuk pertama kalinya. Ditempat yang sama, waktu yang sama, dengan suasana dan kawan yang berbeda. Angin masih bertiup pelan menyebarkan dinginnya malam, sama seperti saat terakhir kali aku disini -kemarin- dimana angin seolah datang & pergi membisikkan kesejukan, lebih sejuk dibanding angin dibawah sana, yang dinginnya seolah menggiring tubuh agar tetap duduk manis didalam kamar, memusuhi jiwa-jiwa yang ingin mengekspresikan kesunyian, mengurung raga yang ingin bebas barang sebentar saja. Aku masukkan kedua tangan kedalam saku jaket ku, menyandarkan tubuh dan memejamkan mata, menikmati ‘kesejukan’ malam ini, menyerap setiap energi dari bisikan-bisikan angin yang akan menemaniku hingga beberapa waktu lagi.





Langit seolah terlalu luas, disini aku lebih dari sekedar melamun. Pandangku terfokus pada benda-benda langit kecil diatas sana, butuh waktu untuk menyadari jumlah mereka lebih banyak dari sekedar yang terlihat kasat mata. Dan entah keberapa kalinya sejak ‘rutinitas’ ini dimulai, aku kembali menengadah bertemu segala macam pemikiran, segala macam orang, segala macam harapan, dan segala macam keraguan. Bintang menyampaikan banyak pesan, meski kadang sulit untuk ku pahami. Seberkas merah di timur sana bersinar ragu tertutup awan. Perlahan ia bergerak naik memperjelas bentuknya, semacam bulan, dan sepertinya memang bulan. Yaa begitulah, cukup lengkap malam ini, hmm walau tidak sebenarnya. Entahlah...

Kami larut dalam kesendirian masing-masing, dalam ketenangan masing-masing. Aku membiarkan ia ‘mengenal’ suasana ini, membiarkannya menikmati suara kendaraan jauh dibawah sana, membiarkannya melepas pandang jauh lebih dari yang biasanya, membiarkannya terbiasa dengan sinar langit yang seadanya. Sesekali kami berbincang, sekedar memastikan bahwa jiwa masih ada dalam raga meski fikir seringkali memaksanya pergi entah kemana. Formalitas, katakan saja begitu. Basa-basi dimulai dengan ‘bulan’, kemudian ‘kembang api’, sekali tentang ‘rumah’ hingga kami menyebut kata ‘laut’. Tidak banyak yang bisa dijadikan bahan obrolan, sepertinya malam menarik setiap ide dalam otak hingga kami hanya bisa diam dalam kesibukan fikir masing-masing. Meski kadang aku memaksa diri untuk dapat memulai obrolan. Yah, cukup begitu saja. Selebihnya kami kembali dalam kesibukan diri untuk diam, menatap, merasa, membayang, menikmati yang malam suguhkan.

Pemandangan yang  luas memang, tapi pandang tetap terbatas dalam jangkaunya, sedang fikir melanglangbuana seperti biasa, menembus apa yang ada dihadap mata. Jalanan, dengan isinya yang dipadati muda-mudi ber’Satnite-ria’, lampu-lampu kendaraan yang terus menyorot tajam seakan ingin menerobos barisan didepannya. Dua orang wanita yang berjalan mondar-mandir, menggenggam handphone ditelinganya, bergandengan, seperti sedang menunggu sesuatu atau mungkin khawatir akan keadaan. Jauh dari arah kampus, terdengar komando “Siaap grak!”. Aku melihat jam dihandphone, sepertinya bukan waktu yang tepat untuk menyiapkan barisan. Entah bulan yang terlalu pagi bersinar, atau semangat mereka yang terlalu kuat hingga selarut ini. Dipinggiran jalan tak jauh dari situ, sekumpulan pria duduk membentuk lingkaran, bernyanyi & tertawa seakan lepas semua beban yang mengikutinya. Aah.. sabtu malam, bermacam cara manusia mengisi engkau. Sedang aku hanya menjadi bagian kecil dari mereka, terbagi-bagi pada satu dan yang lainnya, ‘pengamat’.

Suasana yang berbeda dengan malam sebelumnya. Kemarin.. saat aku berbincang banyak tentang kehidupan, saat aku berbagi kisah tentang persahabatan, saat aku menjadi pendengar, saat raga dan jiwa ada dalam satu situasi, kompak menikmati malam hingga larut. saat bintang terasa lebih banyak dari sekarang, saat langit terasa lebih berwarna, saat angin lebih bersahabat dengan hembusnya, hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Kemarin..

Aku beranjak dari tempatku semula, melepaskan sandaran dan duduk lebih dekat ke tepian, suara dunia lebih jelas terdengar. Entah fikir membawaku kemana malam itu, seolah emosi tiba-tiba mati. Malam tidak membuatku tertawa, kecewa, atau bahkan menangis. Fikirku pun seolah bingung hendak membawa jiwa kemana. Lama menghilang mencari titik nyamannya, lama, tak jelas arahnya...

“kak, turun yuk…” suaranya mengembalikan sadarku yang sempat kebingungan sebelumnya. Aku menoleh, dan untuk kesekian kalinya melihat jam dihandphone. waktu menunjukan pukul 9 lewat 38 menit. Rasanya lamunanku sudah lebih lama dari waktu yang berlalu. Aku pun beranjak dari tepian, berjalan sambil terus mengumpulkan jiwa & fikiran. Begitu saja untuk malam ini...

Kami sedikit berbincang saat menuruni anak tangga, hingga kami berpisah didepan kamarnya, 'kencan' malam ini ditutup dengan ucapan salam. Langkahku tidak langsung mencari jalan pulang. Ia melaju menuju beranda timur, masih dilantai 4 asrama putri. Aku berdiri menghela nafas sebentar, sebelum akhirnya kembali mengucap salam pada malam. Entah angin akan membawanya kemana, atau menyampaikannya pada siapa…

Langkah kemudian membawa tubuhnya kembali ke peristirahatan, tapi bayang masih melekat mengganggu fikirku malam ini. Semua yang aku lihat, aku dengar, aku rasa, aku fikirkan, mengendap dalam harap dan menambah emosi baru yang sepertinya harus segera  aku singkirkan. Entah yang mana...


Malam ini, aku duduk bersama seorang teman, meski hanya duduk.
Malam ini, aku melihat dan menemani, yang aku kira dan ternyata benar.
Malam ini, aku meminta izin dan mengucap maaf, angin menjadi saksi.
Malam ini, aku kirimkan salam, aku yakin Tuhan pasti menyampaikan...

Sabtu, 24 agustus 2013
Asrama Lantai 6...