Selasa, 26 Februari 2013

#Secoret Cerita..

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Coretan ini hanyalah sedikit cerita, sedikit pengalaman, tentang satu kewajiban dan pilihan saya dalam menjalankannya. Hijab atau Aurat bagi wanita, saya sudah hafal batasan dan pengertiannya sejak duduk di bangku SD dan TPA. Sayangnya pengertian itu hanya sebatas pengetahuan dan hafalan saja, tidak saya pahami. Jadilah tanpa pemahaman, kewajiban itu saya laksanakan setengah hati.

Lulus Sekolah Dasar, saya melanjutkan studi di SMP Negeri yang mewajibkan siswi muslimnya berhijab, Tapi kesadaran saya untuk menghijabi diri secara syar’i belum juga muncul. Saya dan kebanyakan teman menganggap bahwa hijab yang kami kenakan hanyalah “aturan sekolah” dan lupa bahwa sesungguhnya aturan tersebut datang dari Sang Pencipta. Bersyukur keluarga tak pernah bosan mengajarkan dan mengingatkan saya tentang kewajiban seorang hamba pada Tuhannya, khususnya sebagai muslimah. Namun tetap saja saya masih merasa terpaksa memakai khimar diluar jam sekolah, karena kebanyakan teman juga belum menghijabi dirinya secara konsisten. Malah  dalam beberapa waktu saya ikut juga terpengaruh teman-teman tidak menutup aurat saat keluar rumah. Rasanya ingin sama gaul seperti teman-teman yang lain, pun belum berani dipandang berbeda dengan adanya hijab yang menutup aurat. Diluar merasa senang, tapi saat kembali kerumah perasaan sesal muncul. Sesal karena sudah berani “bandel” pada orang tua hanya demi pergaulan.

Orang tua memang tidak marah apalagi membentak, karena mereka pasti paham bagaimana watak & kondisi anaknya yang masih remaja, ingin bebas dan tidak bisa dikerasi. Tapi cukup dengan nasehat-nasehat Ibu yang halus, membuat saya paham bahwa ada kekecewaan yang mereka simpan. Salah satu ucapan Ibu yang selalu saya ingat adalah, “Kamu itu sholat untuk diri sendiri, ibadah untuk diri sendiri, bukan untuk Ibu. Gimanapun capeknya Ibu nasehatin, percuma aja kalo niat itu gak datang dari diri kamu sendiri”. Nasehat itu cukup membuat saya berfikir dan merenung, membandingkan diri dengan kakak perempuan yang sudah berhijab dengan rapihnya. Malu pasti, sayangnya otak remaja saya saat itu masih lemah dengan godaan-godaan yang ada di lingkungan, terlalu memikirkan komentar teman-teman tentang muslimah berhijab yang masih banyak melakukan keburukan. Jadilah hijab hanya sebagai aksesoris saat sekolah atau bepergian, tidak menjadikannya pakaian wajib yang menjaga diri. Astaghfirullohal’adzim.

Fase hidup saya selanjutnya adalah mencari ilmu di SMK Farmasi Muhammadiyah. Mengundurkan diri dari SMA Negeri favorit saat itu ternyata pilihan yang tepat. ALLAH kembali menempatkan saya pada lingkungan yang mewajibkan siswinya berhijab, ditambah dengan pengetahuan agama yang lebih banyak dibanding SMA Negeri pada umumnya, membuat saya  lebih banyak belajar dibanding bermain. Lambat laun saya membiasakan berhijab diluar sekolah walaupun hijab yang saya kenakan belum sesuai syari’at. Saya lebih percaya diri untuk belajar menutup aurat walaupun teman-teman yang lain masih nyaman-nyaman saja kesana kemari dengan rambut indah terurai. Bersyukur pula ada keluarga yang selalu cerewet mengingatkan saya agar selalu membenahi diri.

Saat itu kakak saya sedang menempuh pendidikan di sebuah Universitas, dia seorang aktivis yang sibuk berorganisasi, pulang-pergi kampus untuk kegiatan ini dan itu. Seringkali saya mengantar atau menjemput kakak dikampus. Disana saya bertemu teman-teman akhwat dari LDK yang selalu mengenakan rok panjang, berjilbab, berkhimar lebar, berkaus kaki, juga menutup pergelangan tangannya dengan manset. Kontras jika dibanding saya yang masih mengenakan jeans ketat, khimar yang seadanya, tanpa kaus kaki apalagi manset. Pernah satu hari teman kakak berkomentar, “Ya ALLAH fey (panggilan untuk kakak), itu si Mia kok celananya ketat banget..” dan saya hanya bisa menunduk menahan malu dikomentari seperti itu oleh seorang akhwat. Komentar yang terdengar seperti teriakan untuk segera mengubah tampilan, malu pada ALLAH karena diri masih jauh dari kata baik sebagai seorang hamba…

Pertengahan tahun 2011, ALLAH mengabulkan niat saya untuk merantau, melanjutkan studi jauh dari kota kelahiran. Harapan saya adalah meninggalkan segala lalu yang buruk, hijrah ke lingkungan baru untuk mendapatkan lebih banyak kebaikan, fokus pada pembenahan diri ditengah orang-orang hebat yang akan saya temui. Awal kuliah tampilan mulai saya ubah, celana saya ganti dengan rok panjang, khimar yang tadinya asal menutup kepala mulai saya lebarkan sedikit demi sedikit. Sungguh ALLAH terlalu baik untuk diri yang buruk ini, DIA selalu tempatkan saya pada lingkungan yang membaikkan. Kampus dan asrama tempat saya tinggal, serta orang-orang di sekitar yang membuat saya termotivasi untuk benahi diri. Beberapa kali saya menangis melihat akhwat-akhwat yang konsisten menjaga dirinya dalam hijab. Merasa iri, malu, karena diri tertinggal jauh dalam langkah pendekatan pada Tuhan. Melihat mereka yang cerdas, santun, mencintai Tuhannya, serta dicintai banyak orang, membandingkan dengan keadaan diri yang masih kacau, muslimah begitu seharusnya, tapi saya???



Mengubah diri sungguh bukan hal instan yang sehari-dua hari bisa selesai. Perubahan akan terus berjalan dan harus selalu berjalan sampai ALLAH kata hidup kita usai, berproses dalam hidup untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan Pencipta alam. Begitupun hijab, bukan hanya perkara tampilan. Lebih dari itu hijab secara otomatis mengatur sikap, ucapan, pola fikir, serta kebiasaan yang ada. Komentar, kritikan, bahkan sikap dari orang sekitar pasti hadir mewarnai proses perbaikan. Itu konsekuensi yang harus dihadapi, menguji diri apa akan tetap konsisten pada niat awal, atau terpengaruh dan hentikan langkah yang baru sejengkal. Saya ingat pernah difitnah oleh beberapa orang teman, pernah dibilang sok suci, munafik, bahkan dikata teroris dan sebagainya saat saya memutuskan untuk lebih menutup diri. Pahit memang, tapi dari situ saya menjadi lebih sabar. Saya tetap PD dan bangga dengan kain lebar yang menjulur di badan. Saya bangga dengan agama yang saya imani, dengan segala aturannya yang tidak ada cela sedikitpun bagi penganutnya. ALLAH terlalu baik untuk kita yang membangkang. Rasa syukur memenuhi jiwa, betapa saya diselamatkan oleh NYA…

Proses penyempurnaan hijab diawali dengan menyingkirkan baju-baju ketat, celana jeans, dan khimar-khimar yang menurut saya tidak layak digunakan untuk menutup aurat. Saya banyak melihat, mendengar, membaca, dan bertanya tentang hijab pada kakak, teman, dan orang-orang sekitar. Karena diawal saya masih minim persediaan khimar-khimar lebar, saya akali kain-kain tipis tersebut dengan merangkapnya agar tidak tembus pandang, sama seperti akhwat-akhwat lain. Saya sisihkan uang kiriman orang tua untuk membeli khimar, kaus kaki, manset, dan lain-lain, barang-barang kecil yang menyelamatkan saya dari panasnya api neraka. Sempat terfikir akan lebih “ribet” sepertinya dengan khimar yang lebih lebar, memakai rok atau jilbab setiap hari, berkaus kaki, harus menjaga sikap, ucapan, serta pandangan. Tapi pada perjalanannya, keharusan-keharusan itu membuat hidup saya semakin nyaman. Usaha saya dalam menyempurnakan hijab memberikan lebih banyak kebaikan. Seringkali penyesalan datang, andai saya lebih awal menghijabi diri seperti mereka muslimah-muslimah sejati. Tapi hati yakin bahwa buruk di masa lalu adalah pelajaran berharga yang ALLAH beri, agar saya bisa lebih konsisten dalam perubahan ini.

Sobat muslimah, masa muda sangat rentan membuat kita lupa diri, bahkan lupa pada Tuhan yang menciptakan diri. Tapi yang pasti bahwa berhijab bukan perkara usia, bukan perkara sudah baik atau belum diri kita, karena hijab yang akan melindungi dan memperbaiki diri kita. Hijab adalah kewajiban, bukan pilihan. Tidak ada kata menunggu kesiapan diri atau hati. Jangan menyerah pada pergaulan sampai-sampai yang wajib disingkirkan. Na’udzubillah... Penyesalan itu hanya ada diakhir, saya yakin kesadaran untuk menghijabi diri pasti ada dalam hati kalian sobat, ayo segera kita realisasikan. Karena batas usia tidak pernah kita tau sampai kapan. Maka jangan pernah takut atau malu dengan komentar-komentar orang, jadikan semua itu motivasi untuk mendekatkan diri pada ILLAHI. Karena tidak akan ada habisnya jika kita ikuti keinginan manusia, yang ada diri malah tenggelam pada keragu-raguan, langkah baik terhenti, bahkan terbawa pada keburukan.

Muslimah itu istimewa karena sedikit yang terlihat darinya, bukan bangga memamerkan kecantikan dan keindahan diri. Secoret tulisan ini semoga memberi bekas pada kalian sobat, bukan maksud untuk menggurui, hanya sekedar berbagi. Semoga ALLAH meridhoi setiap niat baik serta usaha diri dalam mencapai ridho NYA.. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin… :)

1 komentar: