Senin, 26 Agustus 2013

Malam...



Bismillaahirrohmaanirrohiim…
Malam ini aku duduk bersama seorang teman. Yaa, hanya duduk. Ditempat yang sama seperti kemarin. Di waktu yang juga sama seperti kemarin. Hanya dengan orang yang berbeda.

Jam di handphone menunjukkan pukul 8 lewat 8 menit, Aku berdiri di beranda lantai 4 asrama putri, menghadapkan diri ke barat tepat didepan langit dengan kumpulan cahayanya yang seakan redup, tersamar oleh lampu-lampu dunia. Sendiri aku menghambur pandang jauh ke seberang sana, dimana lampu-lampu rumah dan kendaraan terlihat seperti kunang-kunang. Tapi fikir ku terlepas jauh dari apa yang ada dihadap mata. Ia berlari menembus langit yang hitam, mencari yang lebih indah dari sekedar pemandangan malam. Jauh, hingga tak terbayang...

Ku genggam Samsung ditangan kiri ku, menunggu sms dari seorang teman. Murottal Syeikh Misyari Rasyid mengalun menemani lamun ku malam itu. Sembari bibir berkomat-kamit mengikuti lantunan ayat demi ayat, menenangkan…

Jam 8 lewat 15 menit, sejak awal tadi aku lihat mahasantri lalu lalang entah masuk atau keluar asrama, suara motornya beberapa kali terdengar. Yaa, baru aku sadar ini sabtu malam. Beberapa dari mereka keluar untuk membeli makan, sebagian yang lain mungkin pergi untuk melaksanakan ritual ‘SatNite’ seperti biasa. Aah.. kasian mereka. Semoga Tuhan senantiasa memberi lindungan dalam kesia-siaannya.

Aku masih berdiri ditemani Syeikh Misyari Rasyid, sambil sesekali membaca & membalas sms dari seorang teman, kami ada janji ‘kencan’ malam ini. Semoga menyenangkan. Tak lama berselang, sebuah motor yang terlihat menuju asrama barat berhenti dan parkir dibawah sana, dua orang lelaki turun berjalan menuju mushola yang gelap, mungkin mahasantri. Aku hanya mengamati. Mereka mengambil wudhu dan melaksanakan sholat Isya berjama’ah, ditambah 2 roka’at shalat sunnah ba’diyah. Aku masih mengamati. Dalam hati bersyukur masih ada manusia yang mau menghidupkan rumah ALLAH walau sebenarnya bisa saja mereka sholat di asrama yang hanya berjarak ±100 meter dari mushola. Sampai saat mereka pergi, aku masih berdiri…

Lamun ku harus terhenti saat ku baca sms dari teman yang ku tunggu. Oke, waktunya ‘berkencan’. Ku ucap salam pada udara malam sebelum memutar badan, pergi, kembali pada nyata.

Dan akhirnya kami duduk disini, berdua untuk pertama kalinya. Ditempat yang sama, waktu yang sama, dengan suasana dan kawan yang berbeda. Angin masih bertiup pelan menyebarkan dinginnya malam, sama seperti saat terakhir kali aku disini -kemarin- dimana angin seolah datang & pergi membisikkan kesejukan, lebih sejuk dibanding angin dibawah sana, yang dinginnya seolah menggiring tubuh agar tetap duduk manis didalam kamar, memusuhi jiwa-jiwa yang ingin mengekspresikan kesunyian, mengurung raga yang ingin bebas barang sebentar saja. Aku masukkan kedua tangan kedalam saku jaket ku, menyandarkan tubuh dan memejamkan mata, menikmati ‘kesejukan’ malam ini, menyerap setiap energi dari bisikan-bisikan angin yang akan menemaniku hingga beberapa waktu lagi.





Langit seolah terlalu luas, disini aku lebih dari sekedar melamun. Pandangku terfokus pada benda-benda langit kecil diatas sana, butuh waktu untuk menyadari jumlah mereka lebih banyak dari sekedar yang terlihat kasat mata. Dan entah keberapa kalinya sejak ‘rutinitas’ ini dimulai, aku kembali menengadah bertemu segala macam pemikiran, segala macam orang, segala macam harapan, dan segala macam keraguan. Bintang menyampaikan banyak pesan, meski kadang sulit untuk ku pahami. Seberkas merah di timur sana bersinar ragu tertutup awan. Perlahan ia bergerak naik memperjelas bentuknya, semacam bulan, dan sepertinya memang bulan. Yaa begitulah, cukup lengkap malam ini, hmm walau tidak sebenarnya. Entahlah...

Kami larut dalam kesendirian masing-masing, dalam ketenangan masing-masing. Aku membiarkan ia ‘mengenal’ suasana ini, membiarkannya menikmati suara kendaraan jauh dibawah sana, membiarkannya melepas pandang jauh lebih dari yang biasanya, membiarkannya terbiasa dengan sinar langit yang seadanya. Sesekali kami berbincang, sekedar memastikan bahwa jiwa masih ada dalam raga meski fikir seringkali memaksanya pergi entah kemana. Formalitas, katakan saja begitu. Basa-basi dimulai dengan ‘bulan’, kemudian ‘kembang api’, sekali tentang ‘rumah’ hingga kami menyebut kata ‘laut’. Tidak banyak yang bisa dijadikan bahan obrolan, sepertinya malam menarik setiap ide dalam otak hingga kami hanya bisa diam dalam kesibukan fikir masing-masing. Meski kadang aku memaksa diri untuk dapat memulai obrolan. Yah, cukup begitu saja. Selebihnya kami kembali dalam kesibukan diri untuk diam, menatap, merasa, membayang, menikmati yang malam suguhkan.

Pemandangan yang  luas memang, tapi pandang tetap terbatas dalam jangkaunya, sedang fikir melanglangbuana seperti biasa, menembus apa yang ada dihadap mata. Jalanan, dengan isinya yang dipadati muda-mudi ber’Satnite-ria’, lampu-lampu kendaraan yang terus menyorot tajam seakan ingin menerobos barisan didepannya. Dua orang wanita yang berjalan mondar-mandir, menggenggam handphone ditelinganya, bergandengan, seperti sedang menunggu sesuatu atau mungkin khawatir akan keadaan. Jauh dari arah kampus, terdengar komando “Siaap grak!”. Aku melihat jam dihandphone, sepertinya bukan waktu yang tepat untuk menyiapkan barisan. Entah bulan yang terlalu pagi bersinar, atau semangat mereka yang terlalu kuat hingga selarut ini. Dipinggiran jalan tak jauh dari situ, sekumpulan pria duduk membentuk lingkaran, bernyanyi & tertawa seakan lepas semua beban yang mengikutinya. Aah.. sabtu malam, bermacam cara manusia mengisi engkau. Sedang aku hanya menjadi bagian kecil dari mereka, terbagi-bagi pada satu dan yang lainnya, ‘pengamat’.

Suasana yang berbeda dengan malam sebelumnya. Kemarin.. saat aku berbincang banyak tentang kehidupan, saat aku berbagi kisah tentang persahabatan, saat aku menjadi pendengar, saat raga dan jiwa ada dalam satu situasi, kompak menikmati malam hingga larut. saat bintang terasa lebih banyak dari sekarang, saat langit terasa lebih berwarna, saat angin lebih bersahabat dengan hembusnya, hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Kemarin..

Aku beranjak dari tempatku semula, melepaskan sandaran dan duduk lebih dekat ke tepian, suara dunia lebih jelas terdengar. Entah fikir membawaku kemana malam itu, seolah emosi tiba-tiba mati. Malam tidak membuatku tertawa, kecewa, atau bahkan menangis. Fikirku pun seolah bingung hendak membawa jiwa kemana. Lama menghilang mencari titik nyamannya, lama, tak jelas arahnya...

“kak, turun yuk…” suaranya mengembalikan sadarku yang sempat kebingungan sebelumnya. Aku menoleh, dan untuk kesekian kalinya melihat jam dihandphone. waktu menunjukan pukul 9 lewat 38 menit. Rasanya lamunanku sudah lebih lama dari waktu yang berlalu. Aku pun beranjak dari tepian, berjalan sambil terus mengumpulkan jiwa & fikiran. Begitu saja untuk malam ini...

Kami sedikit berbincang saat menuruni anak tangga, hingga kami berpisah didepan kamarnya, 'kencan' malam ini ditutup dengan ucapan salam. Langkahku tidak langsung mencari jalan pulang. Ia melaju menuju beranda timur, masih dilantai 4 asrama putri. Aku berdiri menghela nafas sebentar, sebelum akhirnya kembali mengucap salam pada malam. Entah angin akan membawanya kemana, atau menyampaikannya pada siapa…

Langkah kemudian membawa tubuhnya kembali ke peristirahatan, tapi bayang masih melekat mengganggu fikirku malam ini. Semua yang aku lihat, aku dengar, aku rasa, aku fikirkan, mengendap dalam harap dan menambah emosi baru yang sepertinya harus segera  aku singkirkan. Entah yang mana...


Malam ini, aku duduk bersama seorang teman, meski hanya duduk.
Malam ini, aku melihat dan menemani, yang aku kira dan ternyata benar.
Malam ini, aku meminta izin dan mengucap maaf, angin menjadi saksi.
Malam ini, aku kirimkan salam, aku yakin Tuhan pasti menyampaikan...

Sabtu, 24 agustus 2013
Asrama Lantai 6...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar