Kamis, 23 Oktober 2014

dari RSDM ~


Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Sudah hampir setengah jam kami duduk di kursi tunggu saat waktu menunjukkan pukul 10.40 WIB. Semakin siang rasa kantuk semakin menjadi, hingga akhirnya seorang lelaki 30-an tahun masuk dan mempersilakan kami duduk di depan mejanya. Ini dia yang kami tunggu, setelah berkali-kali keluar masuk kantor DikLit sejak sebulan lalu, baru hari ini kami bertemu dengannya, Ari Sutejo, ku baca nama dari co-card yang dipakainya. Kami sampaikan maksud kedatangan, kemudian beliau mulai mencari berkas penelitian kami.

Ya, hari itu aku dan bekti kembali ke RSUD Dr. Moewardi untuk mengurus izin penelitian (lagi). Ada dua orang pegawai DikLit yang mengurus izin kami, Dokter Aryo dan Pak Ari ini. Sebelum dibuatkan surat pengantar ke laboratorium, berkas kami di cek kelengkapannya oleh Dokter Aryo. Beliau lelaki yang ramah dan humoris, obrolan kami tidak hanya seputar izin penelitian, tapi juga tentang kuliah, pekerjaan dan sebagainya. Beliau juga memberi beberapa saran untuk kami. Alhamdulillah, bersyukur di awal sudah mendapat asupan semangat yang luar biasa…

Kembali ke meja Pak Ari, tak jauh beda awalnya kami ditanya beberapa hal tentang proposal yang kami ajukan, metode, hasil, data yang dicari, dan sebagainya. Setelah itu beliau basa-basi menanyakan asal daerah kami, berapa lama tinggal di solo, rencana setelah lulus kuliah, sampai……………

PA : “Kalau sudah jadi apoteker nanti, mau kerja di Rumah Sakit atau buka apotek sendiri mba?” tanya nya.
Aku : “Kalo kerja… maunya sih buka apotek sendiri pak” kataku PeDe.
PA : “alasannya?”
Aku: “Hmm… biar gak terikat aturan, sistem, kalo di RS jadi pegawai kan gitu pak, jam kerja diatur, pakaian diatur, gak bebas. Kalo punya apotek sendiri jadi lebih fleksibel jadwalnya apalagi saya perempuan…”
PA : “Oo, selain itu?” tanyanya lagi.
Aku : “Biar bisa buka lapangan kerja juga, sekarang kan sekolah & fakultas farmasi uda banyak banget pak…”
PA : “Ada pertimbangan lain lagi mba?” tanyanya penasaran.
Aku : “Yaa apalagi saya kan perempuan pak, nantinya akan jadi Istri, Ibu, udah punya tanggungjawab sendiri dirumah”
PA : “Alasan terpenting sebenernya yang terakhir itu mba, njenengan kan nanti bakal menikah, bakal jadi Ibu, dan perempuan memang punya tanggung jawab yang besar untuk keluarganya, anak-anaknya. Rosululloh juga kan sudah menjelaskan tentang itu…
Perempuan yang udah jadi sarjana, bukan berarti harus kerja kan mba? Ibu yang sarjana itu jauh lebih baik dari ibu yang gak sarjana, karena punya ilmu lebih untuk ngajarin anak-anaknya nanti. Anak pertama kali belajar kan dari ibunya tho bukan yang lain. Lagipula Ibu Rumah Tangga juga kan profesi mba, bahkan lebih sibuk daripada apoteker di apotek/rumah sakit lho. Kalo pegawai jam kerjanya cuma dari pagi ampe sore, tapi kalo IRT jam kerjanya fulltime mba, dari mata melek sampe mata merem lagi, ya ngurus rumah, suami, anak…” 

Hmm, aku mencerna kata-katanya, rupanya itu inti yang ingin beliau sampaikan, aku meng-iyakan. Sepakat. Bahwa ALLOH mencipta makhluk dengan kodrat yang sudah disesuaikan dengan jenisnya, manusia, jin, syetan, malaikat, hewan, semua punya tugas masing-masing yang akan kacau jadinya bila saling mencampuri urusan yang lain. Begitu pula manusia baik lelaki maupun perempuan, masing-masing sudah punya hak dan kewajiban, tugas mulia yang harus dikerjakan selama tinggal di bumi ALLOH yang sementara ini. Dan jika ditukar, maka dunia akan jadi kacau.




Mengutip kata Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rohimahullah: “ISLAM menetapkan masing-masing dari suami dan istri memiliki kewajiban yang KHUSUS agar keduanya menjalankan perannya masing-masing  sehingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga baik secara hakiki maupun maknawi.” (Khatharu Musyarakatil Mar’ah li  Rijal fil Maidanil Amal).

Benar bahwa karier utama seorang wanita adalah Ibu Rumah Tangga, meski ruang kerjanya hanya di dalam rumah, tapi dampak & tanggungjawabnya tidak hanya untuk penghuni rumah tersebut tapi juga berpengaruh bagi lingkungan bahkan bagi negeri tempatnya tinggal. Seperti yang dikatakan Hafizh Ibrahim dalam syairnya,Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan, jika anda mempersiapkannya dengan baik, maka anda telah mempersiapkan bangsa yang baik.”

Maha Besar ALLOH yang telah memuliakan makhluk bernama wanita sedemikian rupa. Saat banyak wanita yang khawatir ‘kekurangan’ uang bulanan karena tidak bekerja, tapi segelintir sholihah percaya bahwa ALLOH akan mengalirkan rizkinya lewat kerja keras sang suami mencari nafkah. Saat banyak wanita menganggap bahwa menjadi (hanya) Ibu Rumah Tangga sama dengan pengangguran, tapi para sholihah disana sadar bahwa pahala dan ridho Robb-nya bisa mereka capai dengan (hanya) tinggal dirumah mengurus segala yang menjadi kewajibannya. Mereka bangga menjadi ibu rumah tangga, karena jabatan tertinggi seorang wanita adalah menjadi istri untuk suami dan menjadi ibu untuk anak-anaknya. Iman lah pondasi yang menguatkan keyakinan mereka bahwa aturan ALLOH pasti baik adanya. Karena janji ALLOH adalah PASTI…

Ya, Pak Ari mengingatkan ku tentang ini, kewajiban utama seorang wanita dalam perannya menjadi istri & ibu di masa depan nanti. Setelah pertemuan itu, kami juga sempat berdiskusi tentang aqidah, hijab, pergaulan remaja, dan sebagainya. Alhamdulillah, satu manfaat kembali ALLOH selipkan dalam hari-hari ku yang padat. Terimakasih ALLOH untuk setiap nikmat ‘kesadaran’ yang selalu ENGKAU berikan. Semakin bertambah ilmu, semakin ku sadar betapa bodohnya diri ini. Semakin tau yang benar, semakin diri sadar betapa hidup penuh dengan kesalahan…

RSDM, 18 Agustus 2014
Sampai bertemu lagi, Pak Ari [bijak] :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar