Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Sudah hampir setengah jam kami duduk di kursi tunggu saat waktu menunjukkan pukul 10.40 WIB. Semakin siang rasa kantuk semakin menjadi, hingga akhirnya seorang lelaki 30-an tahun masuk dan mempersilakan kami duduk di depan mejanya. Ini dia yang kami tunggu, setelah berkali-kali keluar masuk kantor DikLit sejak sebulan lalu, baru hari ini kami bertemu dengannya, Ari Sutejo, ku baca nama dari co-card yang dipakainya. Kami sampaikan maksud kedatangan, kemudian beliau mulai mencari berkas penelitian kami.
Sudah hampir setengah jam kami duduk di kursi tunggu saat waktu menunjukkan pukul 10.40 WIB. Semakin siang rasa kantuk semakin menjadi, hingga akhirnya seorang lelaki 30-an tahun masuk dan mempersilakan kami duduk di depan mejanya. Ini dia yang kami tunggu, setelah berkali-kali keluar masuk kantor DikLit sejak sebulan lalu, baru hari ini kami bertemu dengannya, Ari Sutejo, ku baca nama dari co-card yang dipakainya. Kami sampaikan maksud kedatangan, kemudian beliau mulai mencari berkas penelitian kami.
Ya, hari
itu aku dan bekti kembali ke RSUD Dr. Moewardi untuk mengurus izin penelitian
(lagi). Ada dua orang pegawai DikLit yang mengurus izin kami, Dokter Aryo dan
Pak Ari ini. Sebelum dibuatkan surat pengantar ke laboratorium, berkas kami di
cek kelengkapannya oleh Dokter Aryo. Beliau lelaki yang ramah dan humoris,
obrolan kami tidak hanya seputar izin penelitian, tapi juga tentang kuliah,
pekerjaan dan sebagainya. Beliau juga memberi beberapa saran untuk kami. Alhamdulillah,
bersyukur di awal sudah mendapat asupan semangat yang luar biasa…
Kembali
ke meja Pak Ari, tak jauh beda awalnya kami ditanya beberapa hal tentang
proposal yang kami ajukan, metode, hasil, data yang dicari, dan sebagainya. Setelah
itu beliau basa-basi menanyakan asal daerah kami, berapa lama tinggal di solo,
rencana setelah lulus kuliah, sampai……………
PA : “Kalau sudah jadi apoteker nanti,
mau kerja di Rumah Sakit atau buka apotek sendiri mba?” tanya nya.
Aku : “Kalo kerja… maunya sih buka
apotek sendiri pak” kataku PeDe.
PA : “alasannya?”
Aku: “Hmm… biar gak terikat aturan,
sistem, kalo di RS jadi pegawai kan gitu pak, jam kerja diatur, pakaian diatur,
gak bebas. Kalo punya apotek sendiri jadi lebih fleksibel jadwalnya apalagi saya
perempuan…”
PA : “Oo, selain itu?” tanyanya lagi.
Aku : “Biar bisa buka lapangan kerja
juga, sekarang kan sekolah & fakultas farmasi uda banyak banget pak…”
PA : “Ada pertimbangan lain lagi mba?”
tanyanya penasaran.
Aku : “Yaa apalagi saya kan perempuan
pak, nantinya akan jadi Istri, Ibu, udah punya tanggungjawab sendiri dirumah”
PA : “Alasan terpenting sebenernya
yang terakhir itu mba, njenengan kan nanti bakal menikah, bakal jadi Ibu, dan
perempuan memang punya tanggung jawab yang besar untuk keluarganya,
anak-anaknya. Rosululloh juga kan sudah menjelaskan tentang itu…
Perempuan yang udah jadi sarjana, bukan
berarti harus kerja kan mba? Ibu yang sarjana itu jauh lebih baik dari ibu yang
gak sarjana, karena punya ilmu lebih untuk ngajarin anak-anaknya nanti. Anak pertama
kali belajar kan dari ibunya tho bukan yang lain. Lagipula Ibu Rumah Tangga juga
kan profesi mba, bahkan lebih sibuk daripada apoteker di apotek/rumah sakit lho.
Kalo pegawai jam kerjanya cuma dari pagi ampe sore, tapi kalo IRT jam kerjanya
fulltime mba, dari mata melek sampe mata merem lagi, ya ngurus rumah, suami,
anak…”
Hmm, aku mencerna kata-katanya, rupanya itu inti yang ingin
beliau sampaikan, aku meng-iyakan. Sepakat. Bahwa ALLOH mencipta makhluk dengan
kodrat yang sudah disesuaikan dengan jenisnya, manusia, jin, syetan, malaikat,
hewan, semua punya tugas masing-masing yang akan kacau jadinya bila saling
mencampuri urusan yang lain. Begitu pula manusia baik lelaki maupun perempuan,
masing-masing sudah punya hak dan kewajiban, tugas mulia yang harus dikerjakan
selama tinggal di bumi ALLOH yang sementara ini. Dan jika ditukar, maka dunia
akan jadi kacau.
Mengutip
kata Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rohimahullah: “ISLAM menetapkan masing-masing dari suami
dan istri memiliki kewajiban yang KHUSUS agar keduanya menjalankan perannya
masing-masing sehingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di
luar rumah. Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri
berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui dan
mengasuh mereka, serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya seperti mengajar
anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka serta
pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita. Bila wanita sampai meninggalkan
kewajiban dalam rumahnya, berarti ia telah menyia-nyiakan rumah serta para
penghuninya. Hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan dalam keluarga baik
secara hakiki maupun maknawi.” (Khatharu Musyarakatil Mar’ah li Rijal fil Maidanil Amal).
Benar
bahwa karier utama seorang wanita adalah Ibu Rumah Tangga, meski ruang kerjanya
hanya di dalam rumah, tapi dampak & tanggungjawabnya tidak hanya untuk penghuni
rumah tersebut tapi juga berpengaruh bagi lingkungan bahkan bagi negeri tempatnya
tinggal. Seperti yang dikatakan Hafizh Ibrahim dalam syairnya, “Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan, jika anda mempersiapkannya
dengan baik, maka anda telah mempersiapkan bangsa yang baik.”
Maha
Besar ALLOH yang telah memuliakan makhluk bernama wanita sedemikian rupa. Saat
banyak wanita yang khawatir ‘kekurangan’ uang bulanan karena tidak bekerja,
tapi segelintir sholihah percaya bahwa ALLOH akan mengalirkan rizkinya lewat kerja
keras sang suami mencari nafkah. Saat banyak wanita menganggap bahwa menjadi
(hanya) Ibu Rumah Tangga sama dengan pengangguran, tapi para sholihah disana sadar
bahwa pahala dan ridho Robb-nya bisa mereka capai dengan (hanya) tinggal
dirumah mengurus segala yang menjadi kewajibannya. Mereka bangga menjadi ibu rumah tangga, karena jabatan tertinggi seorang wanita adalah menjadi istri untuk suami dan menjadi ibu untuk anak-anaknya. Iman lah pondasi yang
menguatkan keyakinan mereka bahwa aturan ALLOH pasti baik adanya. Karena janji
ALLOH adalah PASTI…
Ya,
Pak Ari mengingatkan ku tentang ini, kewajiban utama seorang wanita dalam
perannya menjadi istri & ibu di masa depan nanti. Setelah pertemuan itu,
kami juga sempat berdiskusi tentang aqidah, hijab, pergaulan remaja, dan
sebagainya. Alhamdulillah, satu manfaat kembali ALLOH selipkan dalam hari-hari
ku yang padat. Terimakasih ALLOH untuk setiap nikmat ‘kesadaran’ yang selalu
ENGKAU berikan. Semakin bertambah ilmu, semakin ku sadar betapa bodohnya diri
ini. Semakin tau yang benar, semakin diri sadar betapa hidup penuh dengan kesalahan…
RSDM,
18 Agustus 2014
Sampai bertemu lagi, Pak Ari [bijak] :)