Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Toh aku hanya perlu menutup mata.
Menahan apa saja yang berusaha keluar mendobrak kekuatannya.
Pondasi diri, pondasi hati, jangan sampai runtuh semudah
itu.
Lalu aku berkompromi dengan waktu.
Berjalan santai seolah tak tau apa-apa.
Membiarkan kalian tetap berkoar sepuasnya.
Membiarkan kalian sibuk dengan apa yang kalian suka.
Membiarkan takdir terjadi tanpa ada kontaminasi.
Sementara aku diam dengan tau yang aku pendam sendiri.
Diam memperhatikan, memikirkan, menyimpulkan…
Toh aku hanya perlu mematikan setiap emosi yang bergilir
menguasai.
Menarik bibir dan bersikap ramah pada tiap episode yang
kalian buat.
Menjadi sutradara tanpa perlu berkomentar.
Menjadi figuran tanpa perlu berperan.
Menjadi penonton dan pendengar tanpa harus disadari.
Entah kalian tau atau tidak, cukup aku mengerti…
Toh egois tidak ada tempat dalam skenario ini.
Aku hanya perlu menampar diri agar sadar tak jauh-jauh
pergi.
Bertanya pada hati, “inikah yang Tuhan mau?”
Mengatur ulang semua settingan yang terlalu palsu.
Mengasihani episode demi episode yang disabotase hati.
Toh semua baik, tidak ada masalah, maka jangan bermasalah.
Yaa, memang aku hanya perlu menutup mata.
Menahan apa saja yang berusaha keluar mendobrak kekuatannya.
Sejenak, sampai segala kacau didalam sana mereda.
Sampai jatuh tempo yang disepakati antara aku dan waktu.
Sampai tidak ada lagi detik yang tercekat mendadak.
“Aim jangan nangis. Aim jangan nangis.” Katanya.
“enggak Teh, tenang aja” Jawabku sambil memalingkan muka.
Menutup mata, menahan rasa, memaksa detik tetap berlalu sebagaimana
mestinya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar