Minggu, 20 April 2014

Cerita...

Bismillaahirrohmaanirrohiim,

Rintik hujan menutupi tetesan air hangat dipipinya malam itu. Tak peduli gelap & derasnya, ia pulang berharap hatinya akan lebih tenang. Masih sesak dadanya setelah mendengar apa yang Ibu katakan di telfon barusan. Forum rapat ia tinggalkan tanpa pamit sedikitpun…

Satu lagi cerita tentang perubahan, malam itu ia datang dengan mata berkaca-kaca, air hujan basahi jilbab & khimar lebarnya.
”Mba lagi sibuk yaa?” tanyanya sambil duduk lemas menyandar tembok.
I know there must be something wrong with her.
“engga kok de, mba cuma lagi beberes dikit…” Aku tinggalkan tumpukan materi yang berceceran, mendekatinya.
“Kamu kenapa? Ada masalah ya?” tanyaku basa-basi.
Tak menjawab, dia malah menangis tertahan.
“ayo sini ngobrol sama mba…” Ku ajak dia keluar, mencari tempat yang lebih ‘aman’ untuk lepaskan semua sesaknya.

Kami duduk diatas karpet hijau, rintik hujan masih bernyanyi riang dengan nadanya yang khas, menjadi backsound obrolan kami malam itu. Aku lihat matanya sembab, sesenggukan dia membagi bebannya. Dia seorang akhwat yang luar biasa, aktivis, cantik, supel, berkarakter, percaya diri, kini lemah karena usahanya untuk menyempurnakan hijab ‘dipermasalahkan’. Bukan oleh siapa-siapa, tapi oleh keluarganya sendiri. Saat khimar lebar dianggap macam-macam, rok & gamis dianggap tak wajar, perbaikan akhlak dianggap ekstrim, organisasi dakwah dicurigai sesat. Astaghfirullohal’adziim, begitulah pandangan masyarakat tentang ISLAM yang sudah semakin sempit, semakin licik, begitu mudahnya meng-iya-kan kabar-kabar fitnah yang bertebaran tanpa dasar. Sedih rasanya, betapa dia sayang keluarga apalagi orangtuanya, ingin mereka bangga punya anak gadis yang baik, cerdas, dan taat menutup aurat. tapi pengaruh “bisik-bisik tetangga” membuat ayah & ibunya malah khawatir akan perubahan yang dijalani anaknya, saat jeans ditinggalkan, kain paris ditinggalkan, berubah gamis, rok, dan khimar lebar yang dinilai tak biasa. Khawatir anaknya ikut “yang macam-macam”, khawatir anaknya ikut paham “sesat” yang entah darimana fatwa sesatnya datang. Wallahu a’lam.

Malam belum begitu larut meski hujan sudah mulai mereda, tapi airmata akhwat satu ini belum juga habis. Wajahnya yang letih, sedih, bingung, bersatu dengan pertanyaan demi pertanyaan yang muncul menggugurkan kepercayaan diri. Berharap dukungan orangtua hadir menjadi motivasi perbaikan, tapi ALLAH malah jadikan keduanya sebagai ujian, akan tetap istiqomah kah menuju ketaatan? Sedikit banyak kami berbincang, hingga diujung banyak hal yang aku sadari benar dan salahnya. Inilah ikhtiar seorang anak yang tengah memahamkan orangtuanya tentang syari’at, meyakinkan orangtuanya bahwa sang anak baik-baik saja dalam lingkungan yang mendukung perbaikannya, mempertahankan prinsip barunya dalam berbusana dan berkelakuan. Sempat latah aku meneteskan airmata mendengar setiap cerita. Sekilas terbayang wajah babeh, ibu, teteh, acung. Bersyukur didalam hati, ALLAH anugerahkan mereka sebagai keluarga yang senantiasa mendukung perubahan ini…


Semakin larut udara hendak mengakhiri perbincangan kami, sedikit masukan semoga menjadi nasihat baik & bermanfaat untuknya. Kami menyeka airmata bersama, tersenyum, kemudian peluk erat menutup segala ketidaknyamanan malam itu, berharap sesaknya beban perlahan mereda, berubah menjadi optimis & semangat istiqomah dijalan-NYA…

Ya, jalan menjadi lebih baik memang akan sulit, seorang wanita harus punya tenaga ekstra untuk menguatkan dirinya sendiri dalam proses ini, melawan banyak sikap & ucapan yang menyakitkan, menahan diri dari berbagai nafsu duniawi yang merugikan, juga menjawab setiap tanya dan keraguan tentang usaha ketaatannya. Karena tidak gampang mempertahankan istiqomah ditengah fitnah dunia yang luarbiasa menyeramkan. Wanita tidak bisa hanya diam saja, tapi wanita juga tidak perlu terlalu banyak bicara, semua tetap sesuai porsi kebutuhan, kaji Al-Qur’an & Hadits, belajar & bergaul dengan wanita-wanita sholihah, melek berbagai informasi, beranikan diri untuk amar ma’ruf nahi munkar, buktikan pada dunia bahwa muslimah yang ta’at, kebaikannya bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk keluarga, teman, lingkungan, serta masyarakat pada umumnya…

Apalagi saat cobaan datangnya dari keluarga  sendiri, mungkin akan lebih sulit dibanding melawan ocehan-ocehan orang diluar sana. Disaat yang bersamaan harus menjaga prinsip serta menjaga sikap, jangan sampai niat baik, ilmu yang baik, disampaikan dengan cara yang salah dan menyinggung hati orangtua, apalagi sampai memperburuk suasana rumah. Karena bagaimanapun orangtua selalu mengharapkan yang terbaik bagi anak-anaknya walau kadang cara mereka menyebalkan menurut kita. Begitu pula ketika memahami satu hal, karena ilmu yang diajarkan pada mereka dulu bisa jadi berbeda dengan ilmu yang kita dapatkan sekarang, maka metode memberi pemahaman pada mereka pun jangan disamakan dengan memberi pemahaman pada teman. Selama niat kita ikhlas demi mendapat ridho ALLAH, moga segala kebaikan yang disampaikan diberi kemudahan & keberkahan. Hubungan dengan keluarga semakin baik, akhlak semakin baik, pun menebar ilmu ALLAH berharap dunia bisa lebih baik. Allahumma aamiin...

Teruntuk kalian para akhwat pejuang syari'at, sahabat dijalan ALLAH...
karena dakwah tidak akan semudah menghabiskan waktu, karena dunia adalah penjara bagi orang beriman, maka siapkan jiwa kalian untuk hadapi kesakitan, hindarkan diri dari berkeluh kesah, lakukan apa yang ALLAH perintahkan, tinggalkan perkara-perkara dunia yang kan membawamu ke neraka, Hidup untuk ALLAH, mati dijalan ALLAH. Sampai berjumpa dalam syurga-NYA kelak :)

Wallahu a’lam bishowab...

Rabu, 16 April 2014

Set Ulang..

Bismillaahirrohmaanirrohiim.
Toh aku hanya perlu menutup mata.
Menahan apa saja yang berusaha keluar mendobrak kekuatannya.
Pondasi diri, pondasi hati, jangan sampai runtuh semudah itu.
Lalu aku berkompromi dengan waktu.
Berjalan santai seolah tak tau apa-apa.
Membiarkan kalian tetap berkoar sepuasnya.
Membiarkan kalian sibuk dengan apa yang kalian suka.
Membiarkan takdir terjadi tanpa ada kontaminasi.
Sementara aku diam dengan tau yang aku pendam sendiri.
Diam memperhatikan, memikirkan, menyimpulkan…
 
Toh aku hanya perlu mematikan setiap emosi yang bergilir menguasai.
Menarik bibir dan bersikap ramah pada tiap episode yang kalian buat.
Menjadi sutradara tanpa perlu berkomentar.
Menjadi figuran tanpa perlu berperan.
Menjadi penonton dan pendengar tanpa harus disadari.
Entah kalian tau atau tidak, cukup aku mengerti…
 
Toh egois tidak ada tempat dalam skenario ini.
Aku hanya perlu menampar diri agar sadar tak jauh-jauh pergi.
Bertanya pada hati, “inikah yang Tuhan mau?”
Mengatur ulang semua settingan yang terlalu palsu.
Mengasihani episode demi episode yang disabotase hati.
Toh semua baik, tidak ada masalah, maka jangan bermasalah.
 Yaa, memang aku hanya perlu menutup mata.
Menahan apa saja yang berusaha keluar mendobrak kekuatannya.
Sejenak, sampai segala kacau didalam sana mereda.
Sampai jatuh tempo yang disepakati antara aku dan waktu.
Sampai tidak ada lagi detik yang tercekat mendadak.

“Aim jangan nangis. Aim jangan nangis.” Katanya.
“enggak Teh, tenang aja” Jawabku sambil memalingkan muka.
Menutup mata, menahan rasa, memaksa detik tetap berlalu sebagaimana mestinya…

Senin, 14 April 2014

Jelas, Mungkin

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Sahabat hilang. Sahabat datang.
Jauh, lama dalam keragu-raguan.
Bersinar, Meredup, terus bergantian.
Menunggu yang tak ingin ditunggu.
Memanggil yang tak akan pernah menyahut.
Teriak sendiri pada diam.
Kemudian diam dalam kebisingan.
Gemas ingin seakrab dulu.
Gemas ingin segila dulu.
Gemas ingin kembali dengan baik yang baru.
Lalu ekspresi ditumpahkan pada tembok.
Lalu keramahan ditekan sekuat bibir menahan senyum.
Berdiri lemas ditinggalkan.
Berdiri lemas tak berani mengejar.
Aku dimana?
Saat ternyata kalian bergeser menjauh perlahan.
Kalian dimana?
Saat nyatanya aku berlari mendekat coba menggapai.
Satu, Sepuluh, Seratus, hingga Ribuan hari menjadi bayang.
Entah mungkin kalian yang lelah menghindar.
Saat seharusnya aku yang lelah mengejar.
Hati dimana?
Saat maaf tak cukup kuat membalikkan kembali suasana.
Rasa dimana?
Saat hitungan tahun masih kurang banyak untuk menjadi kenang.
Aku hanya makhluk tak kasat mata yang tertawa saat kalian bahagia.
Memperhatikan meski dari jarak sekian lama perjalanan.
Karena jelas pun, toh tak akan dihiraukan.
Aku hanya suara yang mendo’a saat kalian tak ingin dengar.
Menyapa meski tau kenekatan ini hanya akan memalukan.
Karena jelas pun, toh tetap tak akan dihiraukan.
Rindu berlebihan.
Tapi intervensi membuat aku banyak mengerti.
Bahwa jarak adalah yang kalian inginkan.
Dengan sesal ini aku ragu.
Dengan sesal ini aku kalah.
Tapi tanpa sesal baik ini takkan pernah berubah.
Aku sahabat. Kalian sahabat.
Biar ALLAH yang menjadi jarak.
Karena bubur tak akan bisa kembali menjadi nasi.
Maka biar ku racik menjadi bubur ayam spesial.
Meski sendiri tanpa kalian.
Aku jelas rindu saat kalian mungkin rindu
Aku jelas menyambut saat kalian mungkin tidak akan datang
Kalian jelas Sahabat saat mungkin aku hanya seorang teman
Untuk kalian disana, Nonny, Indah, Rita, Syerli, Icha :)
Barokallohu fiikum

Minggu, 13 April 2014

bermain Puzzle ~

Bismillaahirrohmaanirrohiim
Mungkin hingga malam abadi tutupi bumi.
Atau hingga bintang menjadi satu-satunya penerang malam.
Saat raga-raga makhluk tak lagi butuhkan terang.
Mengira-ngira, menebak-nebak...
Membiarkan semua kemungkinan diungkap.
Memilih yang paling masuk diakal, masuk dihati.
Mungkin karena waktu sengaja mencicil jawabnya,
Memberi hanya potongan-potongan puzzle yang harus ku susun sendiri...
Berfikir, bermain, berekspresi,
Akan kah utuh menjadi keyakinan?
Atau tetap tercecer tak beraturan?
Mungkin hingga aku lupa, waktu baru selesai dengan jawabnya...
Sibukkan diri dengan bintang yang memonopoli malam.
Sibukkan diri menjauh dari cahaya siang yang menyilaukan.
Mungkin waktu tau ataupun tidak,
Mungkin waktu menunggu ataupun tidak,
Mungkin semua selesai tepat pada waktunya...
Saat waktu mengajak bermain.
Puzzle. Hidup. :)

Sabtu, 12 April 2014

#Belajar

Bismillaahirrohmaanirrohiim.auan terpenuhi tapi lupa kebutuhan dilalaikan.
  diberi pelajaran tentang Khusnudzon.mungkin benar bahwa diri terlalu SOKTAU tentang keadaannya sendiri.merasa sehat padahal sakit. mengira semangat padahal down.saat keinginan memuncak padahal kemampuan minim.senang saat kemauan terpenuhi tapi lupa kebutuhan dilalaikan.  diberi pelajaran tentang Khusnudzon.mungkin benar bahwa diri terlalu SOKTAU tentang keadaannya sendiri.merasa sehat padahal sakit. mengira semangat padahal down.saat keinginan memuncak padahal kemampuan minim.senang saat kemauan terpenuhi tapi lupa kebutuhan dilalaikan.Diberi pelajaran tentang Husnudzon,
Mungkin benar bahwa diri terlalu SOK TAU tentang keadaannya sendiri.
Merasa sehat padahal sakit, Mengira semangat padahal down.
Saat keinginan memuncak padahal kemampuan minim.
Saat nafsu memaksa diri “jadi baik” padahal pemahaman nol persen.
Senang saat kemauan terpenuhi tapi Lupa kebutuhan telah dilalaikan.

Marah saat ALLAH kata “nanti”, Marah saat ALLAH kata “jangan”
Sok tau tentang yang baik & terbaik, Merasa diri paling pintar.
Padahal sadar bahwa sekecil debu yang terbang pun ALLAH yang kendalikan.
Padahal sadar bahwa sebesar gunung yang gagah pun ALLAH yang menggenggam.
Mengira bahwa yang baik terencana ya harus terlaksana.
Mengira bahwa yang baik terencana ya memang yang terbaik akhirnya.
Takdir dikambing-hitamkan, tutupi buruk diri yang kian menggerogoti.

Tangis, Emosi, Sesal, seakan benar sebagai refleksi.
Mengaburkan ilmu Sabar yang seharusnya ada diAwal.
Sabar. yang seharusnya ada diAwal…
Menjadi benteng untuk hindari diri dari muslihat syetan.

Wahai hati,
Ada kalanya ALLAH alihkan semangat menjadi istirahat.
Syukuri perhatian itu…
Wahai nafsu,
Ada kalanya ALLAH alihkan keinginan menggebu menjadi pemahaman tentang Ilmu.
Syukuri pelajaran itu…



Sekali lagi tentang Hikmah, yang banyak dibicarakan tapi sulit ditemukan.
Sekali lagi tentang teori ini, Husnudzon…
Yang sudah terlalu bosan dibahas, tapi nihil diamalkan…
Yang memberi apapun ALLAH, yang berhak mengambilnya pun hanya ALLAH.
Yang  meng-ACC segala ALLAH, yang berhak me-Reject pun hanya ALLAH.
Tenang saja selama hidup dibawah aturan ALLAH, diatas jalan ALLAH.

Redam nafsu, Pulihkan Iman, Husnudzon…
Karena semangat, kemauan, optimisme yang sudah begitu menggebu,
Boleh jadi bukan untuk saat ini bisa direalisasi.
Mungkin ikhlas belum hadir disana, introspeksi.
Mungkin pemahaman tentang Ilmu belum mumpuni, pelajari.
Mungkin niat masih jauh melenceng dari apa yang seharusnya, luruskan.

Karena ujian, tekanan, penolakan yang terasa menyakitkan,
Boleh jadi hanya sedikit “pahit” dari obat yang pasti menyembuhkan.
Mungkin ada sombong terselip tak disadari, bersihkan.
Mungkin sabar masih sangat sedikit didalam diri, latihlah.
Mungkin ikhtiar kurang maksimal untuk capai tujuan, optimalkan.

Mungkin, mungkin, dan mungkin.
Berjuta kemungkinan bisa difikir, Husnudzon yang terpenting.
Berjuta teori baik biasa dituliskan, amal yang membuktikan.

Karena ALLAH selalu “welcome” dengan segala ke-Maha-an NYA.
Menanti kita mendekat dan bertaubat, memberi kesempatan…
Mengiring setiap langkah kebaikan dan menegur dikala khilaf datang…
“Maka nikmat Tuhan-mu yang manakah yang engkau dustakan?”

Wallohu a'lam bishowab,
Semoga memberi manfaat :)