Selasa, 23 Desember 2025

Pendam

Malam ini rasanya terlalu sendu.
Entahlah...
Aku merasakan banyak ketidaknyamanan dalam hati dan pikiranku, yang pada akhirnya hanya bisa aku pendam seharian tadi.
Aku ingin ini dan itu tapi tak berani bersuara.
Aku ingin berpendapat ini dan itu tapi tak kuasa mengungkap.
Aku ingin menyela banyak hal tapi tak sanggup aku lakukan.
Dan semua ini bukan hanya baru sekarang aku rasakan, tapi sudah bertahun-tahun lamanya.

Akupun tidak mengerti kenapa memendam menjadi pilihan favorit.
Aku akan berubah menjadi sosok pendiam yang tidak menyenangkan.
Menyibukkan diri sendiri dengan menjauh dari orang lain.
Dikerubuti banyak hal yang berjejal di dalam otak, tak kuasa diaplikasikan dalam nyata.
Menunggu bom waktu yang akan meledakkan mereka pada akhirnya, hingga semua itu tercerai-berai menjadi linangan air mata.
Aku menyudutkan diri di dalam kamar, menarik selimut hingga sebatas dagu, memakai headset dan memutar acak lagu-lagu di spotify.
Cukup begitu saja rasanya aku sudah berada di tempat dan suasana berbeda.

Apa karena aku seorang introvert?
Atau karena genetik turunan dari Ibu yang juga seorang pemendam dan suka menangis?
Atau karena diriku selama ini yang sudah dibentuk oleh pengasuhan?
Ah. Memendam memang memberi nyaman, tapi rupanya ada sebalik rasa yang protes karena diri tidak melakukan apa yang seharusnya.

Ya, harusnya kan aku mau repot-repot bersuara tentang apa yang aku inginkan, meski pada akhirnya aku harus menerima pilihan asing yang lebih orang lain suka.
Suaraku sia-sia.
Harusnya kan aku mau repot-repot memberi pendapat pada keberlangsungan hidup ini, meski pada akhirnya aku dianggap tidak mengerti apa-apa.
Pendapatku tak dianggap.
Harusnya kan aku mau susah payah menyela segala hal yang keliru, meski pada akhirnya aku tidak pernah dipercaya.
Aku yang disalahkan.

Aku tidak merasa bahwa memendam adalah selalu benar.
Aku juga ingin seperti orang-orang yang dengan sangat mudah bisa menumpahkan perasaan, tanpa takut dibuat trauma tentunya.
Mungkin selama ini aku hanya kapok, karena terlalu sering disikapi dengan tidak menyenangkan.
Akhirnya memendam menjadi pilihan lagi dan lagi...

Aku terlelap dengan mata sembab.
Sudah berkurang apa-apa yang mengganjal dalam otak, meski sedikit sekali.
Berharap esok aku tidak lagi seperti ini...

(Ditulis tahun 2020 di kelas @Nulisyuk batch 60)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Keputusan

Aku berdiri di depan gerbang ungu sebuah tempat konseling psikolog. Melihat papan namanya aku yakin inilah tempatnya. Kemudian aku bawa ampl...